Pendahuluan
Pekerjaan menyusun RAPBS merupakan kegiatan rutin setiap tahun pada setiap awal tahun pelajaran. Semua yang berkaitan dengan kebutuhan dianalisa, diprediksi kemungkinan perkembangannya, nilai kegunaan, dan dampaknya bagi proses penyelenggaraan pendidikan. Walaupun beberapa kalangan mengatakan bahwa institusi pendidikan adalah lembaga non-profit, namun kemungkinan mencari laba secara ekonomi dari semua usaha pembelian itu tetap menjadi perhitungan. Setidaknya badgetting yang dilakukan tidak malah merugikan pihak sekolah. Dengan kata lain, meskipun keuntungan tidak cukup besar, antara pemasukan dan pengeluaran seimbang (balance) menurut neraca ekonomi.
Esensi tujuan penyusunan RAPBS kiranya bukan masalah untung rugi, namun bagaimana kebutuhan pendidikan di sekolah yang bersangkutan mampu terpenuhi. Proyeksi analisa selanjutnya terfokus kepada pencapaian mutu pendidikan sebagaimana selama ini banyak diperbincangkan. Untuk itu, alokasi anggaran disebar secara adil menurut besar kecilnya kebutuhan masing-masing pos, hingga semuanya kemudian mampu saling menunjang untuk pencapaian mutu dimaksud.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah penyusunan RAPBS sudah benar-benar melalui analisa strategi yang matang dalam rangka mencapai target mutu pendidikan? Apakah penyusunan RAPBS benar-benar telah menjadi pekerjaan serius dengan proyeksi keberhasilan penyelenggaraan pendidikan dan bukan hanya pekerjaan rutinitas sekedar mengutak-atik angka demi ketercapaian balancing antara penerimaan dan pengeluaran? Selain itu, apakah analisa RAPBS melibatkan semua unsur sumber daya manusia yang ada di sekolah bersangkutan sehingga memenuhi kriteria paradigma Total Quality Management (TQM)?
Studi kasus di SMP Negeri 3 Majalengka menyangkut permasalahan di atas diharapkan mampu membuka wawasan tentang betapa pentingnya TQM dalam menentukan kebijakan penyusunan RAPBS. Data empirik didapat dari pengalaman penulis dan kenyataan yang terjadi di lapangan.
Paradigma TQM dalam Pendidikan
"TQM is a management approaches for an organization, centered on quality, based on the participation of all its members and aiming at long-term success through customer satisfaction, and benefits to all members of the organization and to society." ISO 8402:1994. TQM adalah pendekatan manajemen pada suatu organisasi, berfokus pada kualitas dan didasarkan atas partisipasi dari keseluruhan sumber daya manusia dan ditujukan pada kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan dan memberikan manfaat pada anggota organisasi.
Tjiptono & Diana (2001:4) menyatakan, bahwa ”TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya.” Tujuan utama TQM adalah untuk mereorientasi sistem manajemen, perilaku staf, fokus organisasi dan proses-proses pengadaan pelayanan sehingga lembaga penyedia pelayanan bisa berproduksi lebih baik, pelayanan yang lebih efektif yang memenuhi kebutuhan, keinginan dan keperluan pelanggan.
Pada wilayah pendidikan, TQM bertujuan meluruskan arah sistem manajemen pendidikan, perilaku guru dan staf kependidikan lainnya (Tata Usaha), fokus pelayanan pendidikan, dan proses belajar-mengajar, sehingga kelak menghasilkan out-come bermutu.
Manfaat utama penerapan TQM pada sektor pendidikan adalah perbaikan pelayanan pendidikan, pengurangan biaya pendidikan – diwujudkan misalnya dalam bentuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS) – dan kepuasan pelanggan, dalam hal ini murid, orang tua, dan masyarakat. Trimo (2008) menyatakan, bahwa ”Perbaikan progresif dalam sistem manajemen dan kualitas pelayanan menghasilkan peningkatan kepuasan pelanggan.”
TQM dalam pendidikan dapat dicapai dengan memperhatikan karakteristik sebagai berikut :
1. Fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal.
2. Memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas.
3. Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.
4. Memiliki komitmen jangka panjang.
5. Membutuhkan kerjasama tim (teamwork).
6. Memperbaiki proses secara berkesinambungan.
7. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.
8. Memberikan kebebasan yang terkendali.
9. Memiliki kesatuan tujuan.
10. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan (Tjiptono & Diana 2001:5).
Adapun prinsip-prinsip yang mempedomani TQM mencakup:
1) promosi lingkungan yang berfokus pada mutu,
2) pengenalan kepuasan pelanggan sebagai indikator kunci pelayanan bermutu dan
3) perubahan sistem, perilaku dan proses dalam rangka menjalankan perbaikan selangkah demi selangkah dan terus menerus terhadap barang dan pelayanan yang disediakan oleh sebuah organisasi (Trimo, 2008).
John J. Mauriel dkk. dalam makalahnya yang berjudul Does TQM Affect Teaching and Learning (1995) menyimpulkan, bahwa “TQM has the potential to achieve significant change ...” TQM berpotensi untuk mencapai perubahan signifikan. Maka dalam beberapa aspek, TQM layak dijadikan pedoman pelaksanaan kerja.
TQM dalam Penyusunan RAPBS
Secara ideal didapat gambaran, bahwa TQM dapat diterapkan dalam penyusunan RAPBS sebagai salah satu kegiatan perencanaan pendidikan. Hal mendasar yang perlu diperhatikan adalah bahwa RAPBS bukan produk individu, atau produk Kepala Sekolah, akan tetapi merupakan sebuah produk bersama. RAPBS merupakan hasil dari analisa bersama melalui sebuah diskusi dan masukan-masukan yang berharga.
Salah satu poin dari karakteristik TQM seperti disebutkan di atas adalah Membutuhkan kerjasama tim (teamwork) (poin ke-5) dan Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan (poin ke-10). Artinya, di dalam penyusunan RAPBS perlu adanya sebuah kerja sama tim yang solid. Tim yang solid itu terdiri atas semua unsur yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah tertentu, seperti Kepala Sekolah, komite sekolah, staf TU, dan guru-guru.
Walaupun tidak semua staf guru menjadi anggota Tim Penyusun RAPBS, namun semuanya terlibat dalam memberikan masukan-masukan. Proses memberikan masukan dalam penyusunan RAPBS dapat dilakukan melalui curah pendapat (brainstorming) sebagai salat satu alat TQM. Curah pendapat adalah alat perencanaan yang dapat digunakan untuk mengembangkan kreativitas kelompok. Curah pendapat dipakai, antara lain untuk menentukan sebab-sebab yang mungkin dari suatu masalah atau merencanakan langkah-langkah suatu proyek. (Ketut Suartika, 2008)
Ketut Suartika juga menegaskan bahwa dalam pelaksanaan TQM di antaranya adalah : 1) Menciptakan kondisi di mana para karyawan aktif berpartisipasi dalam menciptakan keunggulan mutu, dan 2) Menciptakan kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan dan aktif memotivasi karyawan bukan dengan cara otoriter sehingga diperoleh suasana kondusif bagi lahirnya ide-ide baru. Aplikasinya dalam penyusunan RAPBS adalah Kepala Sekolah sebagai manajer selalu memberikan kesempatan kepada staf guru untuk berpartisipasi dalam mencapai target mutu pendidikan, serta selalu memotivasi bawahannya untuk selalu melahirkan ide-ide baru.
Jelaslah kiranya, bahwa implikasi TQM terhadap penyusunan RAPBS adalah munculnya rambu-rambu agar pimpinan sekolah bersikap terbuka terhadap bawahannya. Keterbukaan akan memberikan kesempatan bagi semua guru dan staf sekolah untuk bersama-sama berpikir dan bertindak ke arah terwujudnya keunggulan mutu. Jika demikian halnya, maka Kepala Sekolah telah memenuhi kriteria sebagaimana digambarkan oleh Dr. Ikke Dewi Sartika dalam Quality Service in Education (2003) melalui rancang bangun pilar-pilar TQM yang meliputi :
- Customer Focus
- Total Involvement
- Measurement
- Commitment
- Continuous Improvement
Di dalam aplikasi penyusunan RAPBS, pilar-pilar TQM di atas memungkinkan penyusunan RAPBS yang mengarah kepada tercapainya mutu yang diharapkan.
Problematika
Problematika yang mencuat dalam proses penyusunan RAPBS di sekolah adalah belum terwujudnya implementasi TQM secara penuh. Poin-poin berikut memberikan gambaran bagaimana TQM belum terimplementasikan dengan baik di dalam penyusunan RAPBS :
1. Penyusunan RAPBS belum mencerminkan implementasi total involvement.
Perencanaan penyusunan RAPBS sebagai sebuah kerja besar yang menyangkut kehidupan sekolah untuk satu tahun mendatang, dan bahkan untuk tahun-tahun berikutnya, tidak dilaksanakan dengan cara melibatkan semua unsur yang ada di sekolah. Tidak semua guru mengetahui muatan RAPBS karena tidak diajak memberikan masukan. Pekerjaan penyusunan RAPBS sepertinya masih menjadi sebuah pekerjaan rahasia antar beberapa unsur yang ada di sekolah, misalnya Kepala Sekolah, Kepala Tata Usaha, dan wakil kepala sekolah. Selain itu, tidak seorang pun yang diajak berdiskusi.
2. Penyusunan RAPBS belum mencerminkan implementasi measurement yang akurat.
Hal ini diketahui ketika rancangan RAPBS dicoba dikaji, ternyata beberapa poin yang tercantum di dalamnya hanya merupakan rekayasa pengolahan angka tahun-tahun sebelumnya. Misalnya, poin rencana pembelian buku-buku untuk perpustakaan, perkiraan jumlah buku yang dibutuhkan tidak dilakukan menurut perhitungan yang tepat. Berikut kutipan rencana kebutuhan buku penunjang di perpustakaan :
Tabel 1 :
KUTIPAN RAPBS PADA POIN RENCANA KEBUTUHAN BUKU PENUNJANG PERPUSTAKAAN SMP NEGERI 3 MAJALENGKA
2 | Daftar Buku-buku Penunjang | Volume | Jenis | Harga | Jumlah | |
| a | Kamus Bahasa Sunda | 4 | Buku | 75.000 | 300.000 |
| b | Kamus Bahasa | 4 | Buku | 200.000 | 800.000 |
| c | Kamus Bahasa Inggris | 4 | Buku | 120.000 | 480.000 |
| d | Buku-buku Tentang Kesehatan | 4 | Buku | 40.000 | 160.000 |
| e | Buku-buku Tentang Keagamaan | 4 | Buku | 40.000 | 160.000 |
| f | Buku-buku Tentang Filsafat | 4 | Buku | 40.000 | 160.000 |
| g | Buku-buku Cerita Tokoh Dunia | 4 | Buku | 40.000 | 160.000 |
| h | Buku-buku Cerita Fiksi | 15 | Buku | 40.000 | 600.000 |
| i | Buku-buku Tentang Etika | 6 | Buku | 40.000 | 240.000 |
| j | Ensiklopedia | 5 | Buku | 50.000 | 250.000 |
| l | Majalah Remaja dan Sunda | 15 | Buku | 40.000 | 600.000 |
| Jumlah 2 | | | | 3.910.000 |
Pada RAPBS tahun lalu poin yang sama dengan kebutuhan buku yang sama tercantum persis seperti yang tergambar pada tabel di atas. Yang berubah hanya angka rencana harga pembelian. Ini jelas hanya sebuah rekayasa, tanpa memperhitungkan kebutuhan buku-buku tersebut bermanfaat atau tidak bagi siswa.
3. Commitment untuk penyusunan RAPBS tidak terealisasi dengan baik.
Hal ini akibat tidak terjalinnya total ivolvement, akibatnya untuk RAPBS yang sudah tersusun tidak mendapatkan dukungan dari semua pihak. Pelaksanaan rencana pendidikan masih menjadi kegiatan yang parsial tanpa didukung oleh RAPBS itu sendiri.
Solusi
Penyusunan RAPBS merupakan tanggung jawab bersama, maka, dengan tanpa mengecilkan kepentingan Kepala Sekolah dan unsur pengambil kebijakan lainnya, keterlibatan semua unsur pendidikan di sekolah sebaiknya diperhatikan. Beberapa poin berikut bisa menjadi solusi yang baik hingga RAPBS kemudian menjadi sebuah produk perencanaan bermutu bagi peningkatan kualitas di sekolah yang bersangkutan.
1. Penyusunan RAPBS melibatkan semua unsur, Kepala Sekolah, Tata Usaha, Komite sekolah, dan guru. Setidaknya, meminta masukan kepada semua pihak yang berkepentingan tentang rencana kebutuhan. Tentu saja masing-masing guru memiliki kebutuhan yang berbeda. Menampung aspirasi kebutuhan dari semua pihak akan memberikan kejelasan tentang betapa bervariasinya kebutuhan di sekolah.
2. Keterlibatan semua unsur sekolah akan memberikan kemungkinan terukurnya (measured) setiap poin kebutuhan, yang realisasinya kemudian disesuaikan dengan kenyataan. Tidak ada rekayasa, dan semuanya menjadi sebuah perencanaan yang terbuka dan transparan.
3. Ketika draft RAPBS sudah disiapkan, sebelum launching sebaiknya dirembug kembali bersama semua unsur yang terlibat, dikaji kelebihan dan kekurangannya. Dengan demikian, akan terjadi sebuah commitment yang akan dipegang teguh oleh semua yang berkepentingan.
Bahan Rujukan
Ikke Dwi Sartika. 2003. Quality Service in Education. Why Service? Bandung : Edisi Khusus.
John J. Mauriel, at.al. 1995. Does TQM Affect Teaching and Learning? Minneapolis : Bush Educators’ Program.
Ketut Suardhika Natha. 2008. Total Quality Management Sebagai Perangkat Manajemen Baru Untuk Optimisasi. Denpasar : Universitas Udayana.
Trimo. 2008. Total Quality Management sebagai Wujud Peningkatan Mutu Pendidikan. Semarang : IKIP – PGRI Semarang.
0 komentar:
Posting Komentar