Jumat, 20 Maret 2009

KONSEP DASAR MANAJEMEN DALAM PENDIDIKAN

>A. Pengantar

Sebagai mahluk sosial, manusia memiliki kecenderungan dalam dirinya untuk berinteraksi dan bekerjasama. Perkembangan organisasi sosial dapat ditelusuri dengan telaah sejarah peradaban manusia. Sebab pada hakikatnya kehidupan manusia adalah sebuah organisasi, yaitu organisasi peradaban. Manusia adalah bagian dari organisasi peradaban itu, dengan peranan dan fungsinya masing-masing.

Dari organisasi peradaban yang universal itu, dengan kemampuan dan peradabannya, manusia kemudian membentuk organisasi-organisasi sesuai dengan kebutuhan entitas masing-masing. Organisasi bentukan itu terwujud atas dasar kesamaan atau komitmen untuk mencapai tujuan yang sama. Sekelompok orang yang memiliki kesamaan kegemaran dalam bidang olah raga, membentuk sebuah organisasi olah raga. Orang-orang yang mempunyai tujuan syiar agama dan pengembangan serta pemantapan keimanan, membentuk organisasi keagamaan, dan sebagainya.

Setiap organisasi berbeda satu sama lain, memberi warna keberagaman bentuk dan gerak masing-masing organisasi. Walaupun demikian, organisasi-organisasi tersebut mempunyai satu unsur yang sama, yaitu tujuan yang hendak dicapai, sesuai dengan komitmen para anggotanya. Organisasi-organisasi tersebut juga mempunyai rencana dan cara pencapaian tujuan melalui program-program dan metode-metode, termasuk di dalamnya tugas mencari Edan mengalokasikan sumber daya yang dimiliki organisasi.

Dalam gerak langkahnya, organisasi membutuhkan peran manajemen melalui seorang pemimpin yang juga disebut manajer. Ia bertanggung jawab atas keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Manajer mempunyai tangung jawab untuk menentukan kegiatan yang memungkinkan setiap individu memberikan kontribusi terbaik dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

Penyelenggaraan pendidikan pada praktiknya merupakan kegiatan sebuah organisasi, yakni organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan. Seperti halnya organisasi yang lain, lembaga pendidikan, membutuhkan kehadiran seorang manajer yang diharapkan mampu memainkan perannya dengan baik, efektif, dan efisien.

Seorang manajer dibebani pekerjaan terus-menerus dan rangkaian pekerjaannya itu merupakan link yang tidak terputus satu sama lain. Pekerjaan yang satu mempunyai keterkaitan dengan pekerjaan selanjutnya. Pekerjaan yang dibebankan itu menjadi tanggung sepanjang nafas menemaninya, selama ia menjabat sebagai manajer pada organisasi itu.

Tujuan pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan atau sekolah tidak akan tercapai apabila manajer tidak sungguh-sungguh menjalankan fungsinya. Dapat dipastikan bahwa lembaga pendidikan tersebut tidak akan berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam mencapai tujuan itu, kepala sekolah harus menyadari adanya kekuatan-kekuatan yang ada di dalam dan di luar lingkungan organisasi yang dipimpinnnya. Ia harus memiliki pemahaman tentang pengaruh yang akan diterima organisasi baik sekarang maupun kemudian hari.

Kekuatan-kekuatan yang ada di sekitar organisasi dapat mempengaruhi organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Di dalam lembaga pendidikan, pengaruh yang langsung antara lain datang dari pihak pengelola, yaitu kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lain termasuk staf tata usaha (internal stakeholder). Pengaruh langsung juga diterima dari murid, orang tua murid, masyarakat, dan pemerintah (external stakeholder). Sedangkan kekuatan yang berpengaruh tidak langsung terhadap pendidikan antara lain : kemajuan teknologi, keadaan politik, perubahan sosial dan ekonomi. Perubahan yang terjadi karena pengaruh internal maupun eksternal, langsung maupun tidak langsung, merupakan aspek sasaran kerja manajemen.

B. Konsep Dasar Manajemen

Pengantar di atas sengaja ditampilkan guna memberikan sebuah argumen tentang keterkaitan antara organisasi dan manajemen, sekaligus persoalan mana yang sebenarnya lahir lebih dahulu, organisasi atau manajemen. Prof. Dr. Yunus, salah seorang dosen pasca sarjana Universitas Galuh, dalam salah satu presentasi kuliahnya mempertanyakan manakah yang lebih dahulu eksis, organisasikah atau manajemenkah?

Sejauh ini manajemen memang diakui lebih dahulu lahir ketimbang organisasi. Hal itu dikemukakan karena organisasi merupakan rangkaian kerja manajemen, yang artinya bahwa proses manajemen membentuk sebuah organisasi. Akan tetapi, mungkinkan manajemen berjalan sebelum organisasi ada?

Terlepas dari persoalan manakah yang lebih dulu ada, organisasi atau manajemen, yang jelas keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Sebuah organisasi mustahil berjalan tanpa manajemen.

Dalam arti khusus manajemen dipakai bagi pimpinan dan kepemimpinan, yaitu orang-orang yang melakukan kegiatan memimpin dalam suatu organisasi. Manajer adalah orang yang memimpin atau pemimpin. Jadi manajemen adalah suatu rangkaian langkah yang dipandu untuk mengembangkan suatu organisasi sebagai suatu sistem.

Nanang Fattah (1999 : 1) menunjuk sebutan manajemen sebagai ilmu, kiat, dan profesi. Ketiga istilah ini masing-masing diambil dari pendapat Luther Gulick dan Follet. Gulick menyatakan bahwa manajemen dikatakan sebagai ilmu karena ia dipandang sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja sama. Manajemen dalam peranannya sebagai ilmu, dilengkapi dengan teori-teori. Manajemen menjadi ilmu, jika teori-teori yang menunjangnya mampu menuntun manajer memberi kejelasan tentang kegiatan yang memungkinkan mereka meramalkan dampak dari perilaku dan kegiatannya.

Follet menyebut manajemen sebagai kiat, sekaligus disebut pula sebagai seni. Disebut demikian, karena manajemen mencapai sasaran melalui cara-cara mengatur orang lain menjalankan tugas. Cara mengatur orang adalah sebuah seni, dan pekerjaan seni adalah pekerjaan memfungsikan intuisi. Dengan demikian, selain bersifat ilmiah, banyak unsur manajemen merupakan kiat khusus para manajer. Untuk itu, seorang manajer mesti memiliki tiga aspek penting yang membentuknya memiliki kemampuan intuisi untuk mewujudkan manajemen sebagai seni. Tiga aspek penting itu adalah : pandangan, pengetahuan teknis, dan komunikasi. Seorang manajer diharapkan memiliki pandangan jauh ke depan tentang bagaimana menggerakkan organisasi. Pandangan jauh ke depan ini ditunjang dengan pengetahuan teknis yang cukup, sehingga permasalahan yang muncul akan dapat diatasi dengan bekal pengetahuan teknis. Oleh karena itu, manajer harus banyak belajar, mengikuti pelatihan manajemen, dan selalu menggali hal-hal baru yang muncul dalam khasanah perkembangan manajemen.

Manajemen dikatakan sebagai profesi karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai prestasi manajer. Profesi adalah suatu pekerjaan yang menuntut persyaratan tertentu (Nanang Fattah, 1999 : 3). Seorang manajer harus mempunyai kompetensi : konseptual, sosial (hubungan manusiawi), dan teknikal. Kemampuan membuat konsep, perencanaan, penilaian awal, analisis lingkungan, dan sebagainya merupakan kemampuan konseptual. Hubungan manusiawi atau sosial diwujudkan melalui komunikai dan jalinan keterhubungan unsur-unsur baik yang ada di dalam organisasi maupun di luar organisasi.

Tanggung jawab seorang manajer harus dibarengi dengan falsafah yang membimbingnya ke arah cara berpikir manajemen. Dengan demikian seorang manajer akan mampu membuat asumsi-asumsi tentang lingkungan, peran organisasi, dalam rangka menghasilkan prinsip-prinsip tindakan yang dilakukan. Falsafah, asumsi, prinsip, dan teori merupakan landasan manajemen, yang berfungsi untuk memecahkan permasalahan di dalam organisasi.

B. Konsep Dasar Pendidikan

Driyarkara (1980) dalam Nanang Fattah (1999) menyebutkan, bahwa pendidikan itu adalah memanusiakan manusia muda. Pernyataan ini menyiratkan pengertian tentang upaya yang dilakukan secara sengaja dan sistematis dalam rangka mengubah seseorang (manusia) menjadi seseorang (manusia) terdidik. Dalam proses pendidikan, diharapkan terjadinya perubahan pada anak didik, yaitu perubahan dalam kemampuan, sikap, dan tingkah laku. Artinya, terjadi perkembangan dari keadaan semula.

Pendidikan dalam prosesnya mendapat pengaruh yang kuat dari lingkungan, dan pengaruh itulah yang kemudian memberikan kontribusi atas perubahan yang dicapai. Perubahan yang terjadi itu bersifat permanen dalam tingkah laku, pikiran, dan sikap, yang selanjutnya tercermin dalam aktualisasinya di lingkungan masyarakat. Perbedaan tingkah laku akan tampak antara orang yang (pernah) mendapatkan tempaan pendidikan dengan yang tidak. Perbedaan itu juga akan tampak dalam pola pikir. Seseorang yang berpendidikan mampu berpikir logis dan sistematis, dan kemampuan semacam ini tidak akan ditemukan pada orang-orang yang tidak berpendidikan. Tingkatan berpikir pun kemudian menjadi berbeda signifikan, seseorang yang berpendidikan rendah akan berbeda dari orang yang berpendidikan lebih tinggi, dan seterusnya.

Dengan pernyataan yang lain dapat dikemukakan, bahwa pentingnya pendidikan dalam kolaborasi kehidupan manusia adalah, tercapainya perubahan sikap dan tingkah laku yang meliputi aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Perubahan ketiga aspek ini tercermin dalam cara seseorang mengemukakan konsep, prinsip, kreativitas, tanggung jawab dan keterampilannya. Semua perubahan ini kemudian diaktualisasikan dalam praktik kehidupan sehari-hari. Karakteristik individu yang berpendidikan antara lain :

a. Memiliki keseimbangan dengan lingkungannya melalui interaksi sosial. Artinya ia berhasil memfungsikan dirinya sebagai makhluk sosial. Keseimbangan ini dicapai melalui proses pendidikan. Pembelajaran memberikan kesempatan kepada individu untuk mengenal, memahami, dan sekaligus memiliki kesiapan berinteraksi sosial.

b. Memiliki penghayatan atas norma-norma dan nilai-nilai dalam kehidupan. Pendidikan pada hakikatnya adalah transfer norma dan nilai dari pendidikan kepada individu terdidik. Norma dan nilai diperkenalkan melalui proses pendidikan yang berlangsung secara sistemik dalam sebuah interaksi pembelajaran di dalam kelas maupun melalui contoh perilaku yang dapat dibaca di sekitar kehidupan individu. Individu dalam hal ini akan memiliki kesiapan dan kemampuan membedakan mana yang baik dan mana yang benar menurut koridor kesusilaan.

c. Memiliki kemampuan menghayati dan mengamalkan ajaran keagamaan. Individu mendapatkan pembelajaran religius melalui proses pendidikan agama. Ia diperkenalkan kepada hakikat religius, ketuhanan, dan bagaimana praktik menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran dan agama yang dianut. Di sini individu mendapatkan pemahaman tentang kebenaran hakiki, di samping kebenaran nisbi yang didapat melalui pemerolehan bidang ilmu yang lain.

Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia diatur secara sistemik dalam Undang-undang No. 23 tahun 2008 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dicatat dalam UU Sisdiknas ini tentang penyelenggaran pendidikan pada jalur formal, non formal dan informal. Jalur pendidikan formal diselenggarakan oleh lembaga persekolahan, pendidikan non formal oleh masyarakat, dan pendidikan informal adalah pendidikan yang berlangsung di lingkungan keluarga.

Pendidikan formal yang diselenggarakan di lembaga persekolahan didasari dengan konsep sistem yang jelas. Di dalamnya hadir sosok pendidik dan peserta yang memiliki peranan sentral. Pendidikan bertugas mengelola peserta didik mencapai tingkat perubahan yang diharapkan melalui proses pendidikan. Selama proses pendidikan, dibutuhkan penunjang berupa sarana dan prasarana, alat pembelajaran, media pembelajaran, dan sebaganya. Inilah yang sebenarnya membentuk pendidikan menjadi sebuah sistem.

Di dalam penyelenggaraan pendidikan terdapat alur hubungan yang memberi warna terhadap pendidikan. Alur itu membentuk sebuah komponen pokok sistem pendidikan yang terdiri atas masukan sumber, proses pendidikan, dan hasil pendidikan.

Masukan sumber (input) adalah unsur peserta didik yang dikirimkan orang tua dan masyarakat kepada lembaga pendidikan untuk mengikuti proses pendidikan. Siswa yang datang dari kalangan yang heterogen ini, hadir dengan karakteristik masing-masing, yang kemudian menjadi tugas lembaga untuk mengarahkannya ke satu arah tujuan pendidikan. Mereka ditempa melalui proses pendidikan untuk mendapatkan pemahaman tentang norma dan nilai, pemahaman religius, dan memiliki keterampilan-keterampilan.

Proses pendidikan dalam praktiknya terdiri atas :

  1. Tujuan dan prioritas

Tujuan merupakan sasaran yang hendak dicapai. Tujuan pendidikan dasar mengarahkan siswa untuk mendapatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan dasar dalam rangka menyiapkan dirinya memasuki pendidikan menengah. Di wilayah pendidikan menengah, terdapat dua tujuan yang diimplementasikan ke dalam dua jenis sekolah, yaitu sekolah umum dan sekolah kejuruan. Pendidikan menengah umum bertujuan memberikan bekala pengetahuan, sikap dan keterampilan yang akan membawanya siap menghadapi pendidikan yang lebih tinggi. Sedangkan pendidikan kejuruan bertujuan menyiapkan siswa mampu menghadapi duni akerja sesuai dengan bidang kejuruan yang ditekuni. Demikian pula di wilayah perguruan tinggi, tujuan telah ditentukan sebelum proses pendidikan dilaksanakan.

Dari sekian banyak tujuan, sebuah lembaga pendidikan harus memiliki prioritas atas tujuan yang hendap dicapai. Dengan adanya prioritas, kegiatan pendidikan akan lebih terkonsentrasi pada fokus tertentu.

  1. Siswa/peserta didik

Siswa/peserta didik adalah sasaran pendidikan yang diharapkan mampu menyerap transfer pengetahuan, sikap, dan keterampilan, sehingga kemudian mereka eksis sebagai individu yang memiliki kesiapan menghadapi tantang kehidupan di masa yang akan datang.

  1. Manajemen

Proses pendidikan membutuhkan pengelolaan yang baik, untuk itu dibutuhkan manajemen yang baik pula. Bahwa pendidikan bukan hanya mentransfer informasi tentang kehidupan dan kewajiban menghadapi kehidupan kepada peserta didik, namun juga adalah pengelolaan semua unsur pendidikan yang menunjang terlaksanakan pendidikan itu sendiri.

  1. Struktur dan jadwal

Untuk terlaksanakan proses pendidikan, diperlukan struktur yang jelas serta jadwal yang terencana. Penentuan sturktur dan jadwal berhubungan dengan kurikulum yang berlaku saat itu.

  1. Isi

Sebagaimana struktur dan jadwal, isi berhubungan dengan kurikulum. Isi untuk setiap jalur dan jenjang pendidikan berbeda satu sama lain.

  1. Guru/pendidik

Guru atau pendidikn merupakan unsur sentra pendidikan selain peserta didik. Ketika peserta didik mendaftarkan diri untuk mengikuti pendidikan, maka di dalamnya guru telah siap dengan kompetensinya untuk melayani siswa. Melalui guru proses transfer pengetahuan, sikap, dan keterampilan dilakukan. Guru yang baik adalah guru yang memiliki standar kualifikasi tertentu. Saat ini tengah berlangsung penentuan guru yang memenuhi kualifikasi melalui penilaian sertifikasi guru. Upaya ini dilakukan dalam rangka memantapkan guru dalam koridor kualifikasi yang sebenarnya, sehingga mereka layak disebut sebagai guru profesional.

Moh. Ali (1985) menyebutkan, bahwa guru harus memiliki persyaratan khusus seperti berikut :

1. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam .

2. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.

3. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.

4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya.

Selain persyaratan tersebut, Uzer Usman (1995) menyebutkan, bahwa persyaratan yang harus dipenuhi setiap kegiatan yang termasuk ke dalam golongan profesi adalah :

1. Memiliki kode etik, sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

2. Memiliki klien/obyek layanan yang tetap, seperti dokter dengan fasiennya, guru dengan muridnya.

3. Diakui oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya di masyarakat.

Di samping itu, guru yang profesional disyaratkan memiliki kompetensi antara lain :

1. Kompetensi pribadi, terdiri atas :

a. Mengembangkan kepribadian

1) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa.

2) Berperan dalam masyarakat sebagai warga negara yang berjiwa Pancasila.

3) Mengembangkan sifat-sifat terpuji yang dipersyaratkan bagi jabatan guru.

b. Berinteraksi dan berkomunikasi

1) Berinteraksi dengan sejawat untuk meningkatkan kemampuan profesional.

2) Berinteraksi dengan masyarakat untuk penunaian misi pendidikan.

3) Melaksanakan bimbingan dan penyuluhan.

4) Melaksanakan administrasi sekolah.

5) Melaksanakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran, misalnya Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

c. Kompetensi Profesional

1) Menguasai landasan pendidikan

2) Menguasai bahan pembelajaran

3) Menguasai program pembelajaran

4) Melaksanakan program pembelajaran

5) Menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan.

  1. Alat bantu belajar

Alat bantu belajar terdiri atas media yang memberikan kemungkinan bantuan dalam rangka memudahkan pelaksanaan pembelajaran. Selain alat bantu tradisional, kini tersedia alat bantu yang lebih canggih dengan memanfaatkan hasil teknologi, antara lain OHP, in-focus, internet, dll.

  1. Teknologi

Proses pendidikan memerlukan teknologi dalam pelaksanaannya. Teknologi diperlukan tidak hanya sebatas keperluan, namun diperlukan untuk keseluruhan proses penyelenggaraan pendidikan. Jika sekarang diberlakukan pendaftaran siswa baru melalui on-line misalnya, itu merupakan sebuah kemajuan dalam pendidikan dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi. Informasi pendidikan dan lain sebagainya menjadi kini menggunakan teknologi infomrasi dan komunikasi yang canggih. Konsekuensinya, menuntut semua pihak yang berkepentingan dengan pendidikan mampu menguasai sistem TIK.

  1. Fasilitas

Pendidikan yang baik membutuhkan fasilitas yang lengkap dan memenuhi syarat. Di sebuah lembaga pendidikan, minimasl harus terdapat fasilitas-fasilitas berikut :

1. Kantor Kepala Sekolah dan ruang guru

2. Ruang Tata Usaha

3. Ruangan belajar atau ruang kelas

4. Perpustakaan

5. Laboratorium (Bahasa, Sain, ICT)

6. Ruang kegiatan kesiswaan (OSIS, PMR, PKS, Pramuka)

7. Kantin sekolah

8. Mushola, dan

9. Lapangan olah raga

  1. Pengawasan mutu

Pengawasan mutu pendidikan adalah proses penilikan dan penjagaan mutu, pengarahan pelaksanaan kebijakan pimpinan sekolah berkaitan dengan mutu pendidikan, serta tindakan preventif untuk mengawasi peraturan dan keputusan pimpinan sekolah.

  1. Penelitian

Penelitian dilakukan untuk mendapatkan data permasalahan, pembahasan masalah, pemecahan, dan implikasinya terhadap pihak sekolah. Ini lebih dimaksudkan untuk memberikan sumbangan pemikiran demi perkembangan pendidikan di masa yang akan datang.

  1. Biaya

Pendidikan diselenggarakan dengan disertai kebutuhan-kebutuhan, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan non-fisik. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan itu diupayakan melalui penyediaan dana yang dianggarkan melalui Rencana Pendapatan dan Biaya Sekolah (RAPBS).

Dengan demikian, pendidikan pada hakikatnya merupakan pengelolaan sumber daya yang di dalamnya memerlukan proses interaksi ke dalam maupun ke luar. Interaksi ke dalam berarti mengelola sumber daya internal yang berkaitan dengan perencanaan, penetapan tujuan, dan sebagainya melalui musyawarah dengan unsur internal. Interaksi ke luar berarti melakukan hubungan dengan pihak luar baik yang berhubungan dengan kebutuhan sekolah maupun pemenuhan informasi mengenai perkembangan dunia luar.

Interaksi dengan pihak luar atau masyarakat dan unsure lain yang beradadi luar lembaga sekolah, memberikan beberapa keuntungan baik bagi pihak sekolah sendiri maupun bagi pihak luar tersebut. Kerja sama akan menghasilkan simbiosis mutalisma, misalnya, orang tua akan dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman dari guru dalam hal dari guru dalam hal mendidik anak-anaknya. Sebaliknya, para guru dapat pula memperoleh keterangan-keterangan dari orang tua tentang kehidupan dan sifat anak-anaknya. Keterangan orang tua itu sungguh besar gunanya untuk memberikan pelajaran dan pendidikan terhadap peserta didik. (Purwanto, 2000 : 127)

Dalam hubungannya dengan faktor lingkungan, pendekatan sistem perlu dilakukan sebagai salah satu gaya manajerial. Analisa lingkungan akan mendapatkan pemahaman tentang pengetahuan, nilai, dan tujuan pendidikan yang dihubungan dengan kebutuhan masyarakat. Ini penting dipahami mengingat banyak sekali masalah kependudukan, masalah tenaga kerja, atapun masalah ekonomi yang hadir dan kemudian menjadi tantangan atas penyelenggaraan pendidikan.

C. Manajemen dalam Pendidikan

Sebagaimana dikemukakan di atas, proses penyelenggaraan pendidikan merupakan pengelolaan sumberdaya-sumberdaya dan berbagai hal yang mendukung terhadap pengelolaan itu sendiri. Dalam hubungan ini, manajemen, baik sebagai ilmu, kiat, maupun sebagai profesi memegang peranan penting dalam proses pengelolaan itu. Kepala sekolah sebagai manajer disyaratkan memiliki falsafah yang mendasarinya berpikir logis untuk membuat asumsi-asumsi tentang lingkungan pendidikan, peran pendidikan, dan dari asumsi-asumsinya ini lahir prinsip-prinsip yang dihubungkan dengan kerangka atau garis besar kegiatan pendidikan.

Prinsip pelaksanaan pendidikan setidaknya memiliki beberapa unsur berikut.

a. Adanya tugas pokok atau sasaran antara.

b. Prosedur tatacara untuk mencapai tujuan.

c. Tenaga manusia, bahan dan sumber daya yang terorganisasi.

d. Petunjuk dan pengarahan kepada para pekerja si semua tingkat dan pada semua kegiatan.

e. Usaha koordinasi menurut waktu, tempat, tenaga, serta bahan.

f. Pengendalian yang dilakukan untuk menjamin tercapainya tujuan, berhasil menurut waktu, tempat, dan tujuan yang direncanakan.

g. Adanya keputusan penting dari pimpinan.

h. Pengaturan yang wajib diokerjakan dsan dilarang dilakukan.

i. Sistim yang dianut untuk menggerakkan para pegawai agar melaksanakan kewajiban yang ditentukan. (Tusyan, 1997 :2)

Untuk sampai pada kemampuan menetapkan unsur-unsur sebagaimana disebut di atas, manajer perlu memahami teori manajemen. Nanang Fattah (1999 : 11) menyatakan bahwa “teori manajemen mempunyai peran (role) atau membantu menjelaskan perilaku organisasi yang berkaitan dengan motivasi, produktivitas, dan kepuasan (satisfaction)”. Karena itu, pendidikan dan latihan mengenai teori manajemen harus diberikan kepada para calon manajer, sehingga pemahaman teori akan didapat dan memberikan sinyal kesiapan bagi mereka untuk memimpin sebuah organisasi. Kiat penetapan prinsip dan pengambilan keputusan bias saja berbeda satu sama lain, karena manajemen merupakan sebuah seni. Namun setidaknya ketetapan dan keputusan yang dibuat tidak berbeda jauh dari teori yang dipelajari. Dan yang lebih penting dari semua itu adalah, bahwa teori manajemen menuntun manajer untuk menetapkan atau memutuskan sesuatu yang kelak memberikan kepuasan dan meningkatkan motivasi dan produktivitas.

Manajemen pendidikan dalam praktiknya dapat menggunakan model-model praktik manajerial yang tersedia, seperti manajemen yang berorientasi pada sasaran atau management by objectives (MBO), manajamen yang berorientasi pada orang atau management by people (MBP), manajemen yang berorientasi pada struktur atau management by technique (MBT), manajemen yang berorientasi pada informasi atau management by information (MBI) atau management information system (MIS).

Model manajemen yang digunakan boleh berbeda satu sama, tergantung kepada orientasi masing-masing, namun pada dasarnya praktik manajerialnya sendiri tetap berpegang kepada aspek-aspek esensial utama yang telah banyak dibahas, antara lain planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), leading (pemimpinan), dan controlling (pengawasan). Beberapa ahli mengemukakan aspek-aspek yang berbeda menurut argumen masing-masing, namun pada prinsipnya mereka memiliki tujuan yang sama.

Planning

Secara sederhana, planning dirumuskan sebagai “serangkaian tindakan untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan”. (Rusyan, 1997 : 31) Tindakan yang dimaksud adalah “kegiatan untuk mengatur berbagai sumber daya agar hasil yang dicapai sesuai dengan yang diharapkan”. (Fattah, 1999 : 49).

Selanjutnya dijelaskan oleh Fattah (1999), bahwa “dalam setiap perencanaan selalu terdapat tiga kegiatan yang meskipun dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya dalam proses perencanaan”. Tiga kegiatan itu adalah :

1) Perumusan tujuan yang ingin dicapai,

2) Pemilihan program untuk mencapai tujuan itu, dan

3) Identifikasi dan pengerahan sumber yang jumlahnya selalu terbatas.

Di dunia pendidikan, digunakan beberapa model perencanaan, antara lain :

1) Model perencanaan komprehensif. Model ini mengarah kepada analisis perubahan dalam sistem pendidikan, dan sebagai patokan untuk menjabarkan rencana spesifik ke rencana yang lebih luas.

2) Model target setting, digunakan untuk memperkirakan tingkat perkembangan dalam kurun waktu tertentu.

3) Model costing (pembiayaan) dan keefektifan biaya, diguanakn untuk menganalisis proyek berdasarkan perhitungan ekonomi secara efektif dan efisien.

4) Model planning, programming, budgeting system (PPBS), digunakan untuk pengambilan keputusan tentang perencanaan, penyusunan program dan penganggaran.

Organizing (Pengorganisasian)

Pengertian organisasi dapat merujuk kepada organisasi sebagai sebuah lembaga fungsional dan sebagai sebuah proses. Keduanya bisa menjadi satu alur pengertian, yaitu bahwa organisasi merupakan lembaga fungsional yang melakukan kegiatan melalui serangkaian proses kerja organisasi. Pengorganisasi pendidikan meliputi pembagian tugas sesuai dengan kemampuan, mengalokasikan sumber daya pendidikan, kemudian mengkoordinasikan semuanya dalam rangka efektivitas dan optimasliasi organisasi pendidikan.

Pengorganisasian pendidikan pelaksanaannya diawali dengan pemerincian pekerjaan sesuai dengan perencanaan. Tahap selanjutnya adalah pembagian kerja sesuai dengan keahlian pada bidang masing-masing. Pembagian kerja yang sudah dilakukan dapat dikerjakan setelah melalui proses penyatuan pekerjaan dan koordinasi di antara mereka. Agar terjalin sebuah proses yang efektif, perlu dilakukan monitoring dan reorganisasi.

Untuk kelengkapan sebuah organisasi, dibutuhkah struktur organisasi, yakni hubungan komponen atau bagian atau sistem formal hubungan kerja yang membagi dan mengkoordinasikan tugas orang atau kelompok agar tercapai tujuan. Di dalamnya tampak posisi kerja, pembagian kerja, jenis kerja, hubungan atasa dan bawahan, kelompok, komponen atau bagian, tingkat manajemen dan saluran komunikasi (Fattah, 1999 : 73). Dengan demikian tidak akan terjadi perlakuan kerja yang bertemupuk pada satu bagian, karena pembagian, komponen, dan tugasnya sudah jelas. Semua unsur organisasi dapat menerjemahkan isi struktur organisasi dengan mudah dan memahami tugas masing-masing.

Pengorganisasian juga mengatur tentang wewenang dan kekuasaan. Wewenang merupakan hak lembaga atau seseorang untuk menggunakan kekuasaan. Penggunaan kekuasaan dimaksud adalah upaya mempengaruhi orang atau kelompok, dengan alur hierarkis dari atasan terhadap bawahan. Seorang kepala sekolah dapat mempengaruhi guru untuk mengerjakan tugas sebaik yang seharusnya terjadi. Di samping itu, atasan dapat memndelegasikan wewenang kepada bawahannya sesuai dengan tugas dan fungsi yang ditangani.

Di dalam sebuah organisasi perlu terjalin hubungan yang baik. Implikasinya, harus terjadi kerja sama yang solid di antara anggota organisasi, dengan mengingat kepada sasaran, fungsi, tanggungjawab, wewenang, dan akuntabilitas.

Pemimpinan (Leading)

Pemimpin adalah seseorang yang mampu menggunakan kekuasaannya untuk mempengaruhi orang atau kelompok untuk melaksanakan kerja. Kehadiran seorang pemimpin diperlukan agar sebuah organisasi dapat berjalan sebagaimana mestinya untuk mencapai tujuan. Di dalam organisasi pendidikan dapat diterapkan berbagai model dan gaya pemimpinan, tergantung kepada tujuan yang hendak dicapai.

Leading adalah pekerjaan yang dilakukan seorang manajer yang menyebabkan orang lain bertindak. Pekerjaan leading meliputi : 1) pengambilan keputusan, 2) mengadakan komunikasi agar ada bahasa yang sama antara manajer dan bawahan, 3) memberi semangat inspirasi dan dorongan kepada bawahannya, 4) memilih orang yang menjadi anggota kelompok, dan 5) mengembangkan pengetahuan dan sikap dalam usaha mencapai tujuan yang ditetapkan.

Pengawasan (Controlling)

Pengawasan merujuk kepada pengertian tentang proses kegiatan mengawasi dengan tahapan : 1) menetapkan standar pelaksanaan, 2) pengukuran pelaksanaan pekerjaan dibandingkan dengan standar, 3) menentukan kesenjangan antara pelaksanaan dengan standar dan rencana.

Proses pengawasan yang dilakukan menghasilkan informasi yang panting baik untuk organisasi maupun pihak luar yang berkepentingan. Informasi menyangkut hal-hal yang ditemukan selama pengawasan dilakukan. Dengan kata lain, hasil pengawasan dapat menjadi sebuah umpan balik. Informasi itu dapat berupa informasi tentang pemasaran, rencana keuangan organisasi, personil, dan reset pengembangan organisasi.

Jadi, pengawasan pada prinsipnya adalah pengendalian, penilaian, dan sekaigus koreksi sehingga apa yang dilakukan terarah ke jalan yang benar dengan maksud tercapainya tujuan utama yang ingin dicapai.

D. Mis-manajemen dalam pendidikan

Mis-manajemen merupakan suatu kesalahan tindakan atau kekeliruan yang terjadi ketika proses pelaksanaan pimpinan, bimbingan atau proses pemberian fasilitas-fasilitas sedang berlangsung. Atau dengan kata lain, mis-manajemen adalah kesalahan tindakan pada proses pencapaian tujuan tengah berlangsung. Mis-manajemen dalam pendidikan terjadi antara lain karena :

a. Adanya dualisme dalam organisasi pendidikan. Ini pernah terjadi ketika pendidikan dasar di tingkat kecamatan berinduk kepada dua atap kewenangan, yaitu Dinas Pendidikan dan Departemen Pendidikan. Meskipun sudah dijelaskan tentang tugas dan wewenang, namun ada saja mis-manajemen terjadi karena dualisme itu.

b. Belum adanya kesatuan bahasa dalam manajemen pendidikan.

c. Belum menjadi dasar pokok tuntutan kebutuhan yang sangat urgen akan pentingnya manajemen pendidikan.

d. Belum adanya keseragaman tentang cara dan tata kerja antara satu lembaga pendidikan dengan lembaga pendidikan yang lain.

e. Sering terjadi birokratis berbelit secara vertical dari atasan kepada bawahan.

f. Kurang efektifnya pengawasan organisasi pendidikan.

g. Kurang harmonisnya koordinasi antar penanggung jawab pendidikan.

h. Tidak sesuainya program dengan kemampuan atau kondisi pada sebagian lembaga pendidikan.

i. Sering terjadi perbedaan pendapat antara pejabat/pemimpin dengan pelaksana.

j. Sering terjadi operlapping antara pejabat/pemimpin yang merasa lebih berhak dan merasa lebih kuat dalam kewenangan.

k. Pengangkatan pejabat atau pimpinan lembaga pendidikan yang sering tidak berangkat dari karir dan potensi dasar.

l. Banyak gagasan yang sering berubah dan tidan konstan

m. Terlalu banyak tuntutan dari dari dua atau lebih organisasi yang harus dipenuhi.

n. Tidak adanya tenaga khusus administrasi atau tenaga ahli, sedangkan tugas pekerjaan sangat banyak.

E. Solusi untuk Mengatasi Mis-manajemen dalam Pendidikan

Untuk mengatasa masalah mis-manajemen di atas, dapat ditempuh jalan keluar melalui cara sebagai berikut.

1. Pembentukan pola organisasi pendidikan yang seragam, sebab jika tidak, hal ini dapat menimbulkan kesimpangsiuran dan tumpang tindih. Ini penting karena struktur organisasi pendidikan menggambarkan macam, jenis serta banyak sedikitnya jabatan yang ada, sehingga besar kecilnya organisasi pendidikan harus diselaraskan dengan banyak sedikitnya tugas pekerjaan yang harus dilakukan. Cara pengorganisasian pun harus berubah, bukan siapa yang didahulukan, tetapi bagaimana pekerjaan itu dapat berjalan dengan baik. Bukan mendahulukan fasilitas orang-orang yang hendak memangku jabatan, melainkan kebutuhan tugas pekerjaan yang seharusnya diutamakan. Placemen, atau penempatan tenaga kerja sesuai dengan kemampuan dan keterampilan sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan. Karena itu, penentuan adanya suatu jabatan ditentukan atas dasar keperluan, baru kemudian dicari orang-orangnya.

2. Kesatuan bahasa dalam manajemen pendidikan mutlak diperlukan kalu dikehendaki pelaksanaanya dapat berlangsung lancer dan baik. Perbedaan bahasa dapat menimbulkan perbedaan pengertian yang bisa membawa akibat kelambanan atau kemacetan jalan pekerjaan dalam bidang pendidikan. Untuk itu, perlu segera diciptakan adanya suatu pedoman dasar manajemen pendidikan yang dapat dipergunakan sebagai apegangan bagi setiap pejabat yang menjalankan manajemen.

3. Hubungan yang harmonis kesemuanya itu belum bisa dikatakan sempourna bila faktor hubungan kemanusiaan tidak diberi tempat yang utama. Sebab berhasil tidaknya sesuatu usaha terletak pada manusianya.

Daftar Pustaka

A. Tabrani Rusyan. 1997. Manajemen Sekolah Dasar. Jakarta : Argita.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Depdiknas. 2003. Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Sekala Jalmakarya.

Mohamad Surya. (2004) Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung : Pustaka Bani Quraisy.

Nanang Fattah. 1999. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Ngalim Purwanto. 2000. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Rohiat. 2008. Manajemen Sekolah Teori Dasar dan Praktik. Bandung : Refika Aditama.

Yudrik Yahya. 2003. Wawasan Kependidikan. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

Minggu, 01 Maret 2009

PROBLEMATIKA IMPLEMENTASI TQM DALAM PENYUSUNAN RAPBS DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

Pendahuluan
Penyelenggaraan pendidikan di sekolah merupakan proses total dari serangkaian kegiatan manajemen. Sehubungan dengan itu, dalam praktiknya penyelenggaraan pendidikan seyogyanya dilaksanakan melalui langkah prosedural manajemen yang terdiri atas Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) adalah aktualisasi dari dalam prosedur manajemen. Di dalam RAPBS dituangkan sejumlah poin rencana kebutuhan dalam pengelolaan pendidikan di sekolah. Setiap poin kebutuhan dikaitkan dengan jumlah nominal harga beli hingga didapat jumlah total pengeluaran atas semua kebutuhan.

Pekerjaan menyusun RAPBS merupakan kegiatan rutin setiap tahun pada setiap awal tahun pelajaran. Semua yang berkaitan dengan kebutuhan dianalisa, diprediksi kemungkinan perkembangannya, nilai kegunaan, dan dampaknya bagi proses penyelenggaraan pendidikan. Walaupun beberapa kalangan mengatakan bahwa institusi pendidikan adalah lembaga non-profit, namun kemungkinan mencari laba secara ekonomi dari semua usaha pembelian itu tetap menjadi perhitungan. Setidaknya badgetting yang dilakukan tidak malah merugikan pihak sekolah. Dengan kata lain, meskipun keuntungan tidak cukup besar, antara pemasukan dan pengeluaran seimbang (balance) menurut neraca ekonomi.

Esensi tujuan penyusunan RAPBS kiranya bukan masalah untung rugi, namun bagaimana kebutuhan pendidikan di sekolah yang bersangkutan mampu terpenuhi. Proyeksi analisa selanjutnya terfokus kepada pencapaian mutu pendidikan sebagaimana selama ini banyak diperbincangkan. Untuk itu, alokasi anggaran disebar secara adil menurut besar kecilnya kebutuhan masing-masing pos, hingga semuanya kemudian mampu saling menunjang untuk pencapaian mutu dimaksud.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah penyusunan RAPBS sudah benar-benar melalui analisa strategi yang matang dalam rangka mencapai target mutu pendidikan? Apakah penyusunan RAPBS benar-benar telah menjadi pekerjaan serius dengan proyeksi keberhasilan penyelenggaraan pendidikan dan bukan hanya pekerjaan rutinitas sekedar mengutak-atik angka demi ketercapaian balancing antara penerimaan dan pengeluaran? Selain itu, apakah analisa RAPBS melibatkan semua unsur sumber daya manusia yang ada di sekolah bersangkutan sehingga memenuhi kriteria paradigma Total Quality Management (TQM)?

Studi kasus di SMP Negeri 3 Majalengka menyangkut permasalahan di atas diharapkan mampu membuka wawasan tentang betapa pentingnya TQM dalam menentukan kebijakan penyusunan RAPBS. Data empirik didapat dari pengalaman penulis dan kenyataan yang terjadi di lapangan.

Paradigma TQM dalam Pendidikan

"TQM is a management approaches for an organization, centered on quality, based on the participation of all its members and aiming at long-term success through customer satisfaction, and benefits to all members of the organization and to society." ISO 8402:1994. TQM adalah pendekatan manajemen pada suatu organisasi, berfokus pada kualitas dan didasarkan atas partisipasi dari keseluruhan sumber daya manusia dan ditujukan pada kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan dan memberikan manfaat pada anggota organisasi.

Tjiptono & Diana (2001:4) menyatakan, bahwa ”TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya.” Tujuan utama TQM adalah untuk mereorientasi sistem manajemen, perilaku staf, fokus organisasi dan proses-proses pengadaan pelayanan sehingga lembaga penyedia pelayanan bisa berproduksi lebih baik, pelayanan yang lebih efektif yang memenuhi kebutuhan, keinginan dan keperluan pelanggan.

Pada wilayah pendidikan, TQM bertujuan meluruskan arah sistem manajemen pendidikan, perilaku guru dan staf kependidikan lainnya (Tata Usaha), fokus pelayanan pendidikan, dan proses belajar-mengajar, sehingga kelak menghasilkan out-come bermutu.

Manfaat utama penerapan TQM pada sektor pendidikan adalah perbaikan pelayanan pendidikan, pengurangan biaya pendidikan – diwujudkan misalnya dalam bentuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS) – dan kepuasan pelanggan, dalam hal ini murid, orang tua, dan masyarakat. Trimo (2008) menyatakan, bahwa ”Perbaikan progresif dalam sistem manajemen dan kualitas pelayanan menghasilkan peningkatan kepuasan pelanggan.”

TQM dalam pendidikan dapat dicapai dengan memperhatikan karakteristik sebagai berikut :

1. Fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal.

2. Memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas.

3. Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.

4. Memiliki komitmen jangka panjang.

5. Membutuhkan kerjasama tim (teamwork).

6. Memperbaiki proses secara berkesinambungan.

7. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.

8. Memberikan kebebasan yang terkendali.

9. Memiliki kesatuan tujuan.

10. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan (Tjiptono & Diana 2001:5).

Adapun prinsip-prinsip yang mempedomani TQM mencakup:

1) promosi lingkungan yang berfokus pada mutu,

2) pengenalan kepuasan pelanggan sebagai indikator kunci pelayanan bermutu dan

3) perubahan sistem, perilaku dan proses dalam rangka menjalankan perbaikan selangkah demi selangkah dan terus menerus terhadap barang dan pelayanan yang disediakan oleh sebuah organisasi (Trimo, 2008).

John J. Mauriel dkk. dalam makalahnya yang berjudul Does TQM Affect Teaching and Learning (1995) menyimpulkan, bahwa “TQM has the potential to achieve significant change ...” TQM berpotensi untuk mencapai perubahan signifikan. Maka dalam beberapa aspek, TQM layak dijadikan pedoman pelaksanaan kerja.

TQM dalam Penyusunan RAPBS

Secara ideal didapat gambaran, bahwa TQM dapat diterapkan dalam penyusunan RAPBS sebagai salah satu kegiatan perencanaan pendidikan. Hal mendasar yang perlu diperhatikan adalah bahwa RAPBS bukan produk individu, atau produk Kepala Sekolah, akan tetapi merupakan sebuah produk bersama. RAPBS merupakan hasil dari analisa bersama melalui sebuah diskusi dan masukan-masukan yang berharga.

Salah satu poin dari karakteristik TQM seperti disebutkan di atas adalah Membutuhkan kerjasama tim (teamwork) (poin ke-5) dan Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan (poin ke-10). Artinya, di dalam penyusunan RAPBS perlu adanya sebuah kerja sama tim yang solid. Tim yang solid itu terdiri atas semua unsur yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah tertentu, seperti Kepala Sekolah, komite sekolah, staf TU, dan guru-guru.

Walaupun tidak semua staf guru menjadi anggota Tim Penyusun RAPBS, namun semuanya terlibat dalam memberikan masukan-masukan. Proses memberikan masukan dalam penyusunan RAPBS dapat dilakukan melalui curah pendapat (brainstorming) sebagai salat satu alat TQM. Curah pendapat adalah alat perencanaan yang dapat digunakan untuk mengembangkan kreativitas kelompok. Curah pendapat dipakai, antara lain untuk menentukan sebab-sebab yang mungkin dari suatu masalah atau merencanakan langkah-langkah suatu proyek. (Ketut Suartika, 2008)

Ketut Suartika juga menegaskan bahwa dalam pelaksanaan TQM di antaranya adalah : 1) Menciptakan kondisi di mana para karyawan aktif berpartisipasi dalam menciptakan keunggulan mutu, dan 2) Menciptakan kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan dan aktif memotivasi karyawan bukan dengan cara otoriter sehingga diperoleh suasana kondusif bagi lahirnya ide-ide baru. Aplikasinya dalam penyusunan RAPBS adalah Kepala Sekolah sebagai manajer selalu memberikan kesempatan kepada staf guru untuk berpartisipasi dalam mencapai target mutu pendidikan, serta selalu memotivasi bawahannya untuk selalu melahirkan ide-ide baru.

Jelaslah kiranya, bahwa implikasi TQM terhadap penyusunan RAPBS adalah munculnya rambu-rambu agar pimpinan sekolah bersikap terbuka terhadap bawahannya. Keterbukaan akan memberikan kesempatan bagi semua guru dan staf sekolah untuk bersama-sama berpikir dan bertindak ke arah terwujudnya keunggulan mutu. Jika demikian halnya, maka Kepala Sekolah telah memenuhi kriteria sebagaimana digambarkan oleh Dr. Ikke Dewi Sartika dalam Quality Service in Education (2003) melalui rancang bangun pilar-pilar TQM yang meliputi :

  • Customer Focus
  • Total Involvement
  • Measurement
  • Commitment
  • Continuous Improvement

Customer focus merujuk kepada kepuasan pelanggan; total involvement berarti keterlibatan total semua unsur yang ada di sekolah; measurement adalah pengukuran untuk mengukur kemungkinan ketercapaian dari rencana yang disusun; commitment berarti kesepakatan antara semua unsur untuk mempertahankan dan mewujudkan mutu; sedangkan contniuous improvement berarti tindak lanjut peningkatan mutu dari praktik perencanaan yang dilakukan.

Di dalam aplikasi penyusunan RAPBS, pilar-pilar TQM di atas memungkinkan penyusunan RAPBS yang mengarah kepada tercapainya mutu yang diharapkan.

Problematika

Problematika yang mencuat dalam proses penyusunan RAPBS di sekolah adalah belum terwujudnya implementasi TQM secara penuh. Poin-poin berikut memberikan gambaran bagaimana TQM belum terimplementasikan dengan baik di dalam penyusunan RAPBS :

1. Penyusunan RAPBS belum mencerminkan implementasi total involvement.

Perencanaan penyusunan RAPBS sebagai sebuah kerja besar yang menyangkut kehidupan sekolah untuk satu tahun mendatang, dan bahkan untuk tahun-tahun berikutnya, tidak dilaksanakan dengan cara melibatkan semua unsur yang ada di sekolah. Tidak semua guru mengetahui muatan RAPBS karena tidak diajak memberikan masukan. Pekerjaan penyusunan RAPBS sepertinya masih menjadi sebuah pekerjaan rahasia antar beberapa unsur yang ada di sekolah, misalnya Kepala Sekolah, Kepala Tata Usaha, dan wakil kepala sekolah. Selain itu, tidak seorang pun yang diajak berdiskusi.

2. Penyusunan RAPBS belum mencerminkan implementasi measurement yang akurat.

Hal ini diketahui ketika rancangan RAPBS dicoba dikaji, ternyata beberapa poin yang tercantum di dalamnya hanya merupakan rekayasa pengolahan angka tahun-tahun sebelumnya. Misalnya, poin rencana pembelian buku-buku untuk perpustakaan, perkiraan jumlah buku yang dibutuhkan tidak dilakukan menurut perhitungan yang tepat. Berikut kutipan rencana kebutuhan buku penunjang di perpustakaan :

Tabel 1 :

KUTIPAN RAPBS PADA POIN RENCANA KEBUTUHAN BUKU PENUNJANG PERPUSTAKAAN SMP NEGERI 3 MAJALENGKA

2

Daftar Buku-buku Penunjang

Volume

Jenis

Harga

Jumlah


a

Kamus Bahasa Sunda

4

Buku

75.000

300.000


b

Kamus Bahasa Indonesia

4

Buku

200.000

800.000


c

Kamus Bahasa Inggris

4

Buku

120.000

480.000


d

Buku-buku Tentang Kesehatan

4

Buku

40.000

160.000


e

Buku-buku Tentang Keagamaan

4

Buku

40.000

160.000


f

Buku-buku Tentang Filsafat

4

Buku

40.000

160.000


g

Buku-buku Cerita Tokoh Dunia

4

Buku

40.000

160.000


h

Buku-buku Cerita Fiksi

15

Buku

40.000

600.000


i

Buku-buku Tentang Etika

6

Buku

40.000

240.000


j

Ensiklopedia

5

Buku

50.000

250.000


l

Majalah Remaja dan Sunda

15

Buku

40.000

600.000


Jumlah 2




3.910.000

Pada RAPBS tahun lalu poin yang sama dengan kebutuhan buku yang sama tercantum persis seperti yang tergambar pada tabel di atas. Yang berubah hanya angka rencana harga pembelian. Ini jelas hanya sebuah rekayasa, tanpa memperhitungkan kebutuhan buku-buku tersebut bermanfaat atau tidak bagi siswa.

3. Commitment untuk penyusunan RAPBS tidak terealisasi dengan baik.

Hal ini akibat tidak terjalinnya total ivolvement, akibatnya untuk RAPBS yang sudah tersusun tidak mendapatkan dukungan dari semua pihak. Pelaksanaan rencana pendidikan masih menjadi kegiatan yang parsial tanpa didukung oleh RAPBS itu sendiri.

Solusi

Penyusunan RAPBS merupakan tanggung jawab bersama, maka, dengan tanpa mengecilkan kepentingan Kepala Sekolah dan unsur pengambil kebijakan lainnya, keterlibatan semua unsur pendidikan di sekolah sebaiknya diperhatikan. Beberapa poin berikut bisa menjadi solusi yang baik hingga RAPBS kemudian menjadi sebuah produk perencanaan bermutu bagi peningkatan kualitas di sekolah yang bersangkutan.

1. Penyusunan RAPBS melibatkan semua unsur, Kepala Sekolah, Tata Usaha, Komite sekolah, dan guru. Setidaknya, meminta masukan kepada semua pihak yang berkepentingan tentang rencana kebutuhan. Tentu saja masing-masing guru memiliki kebutuhan yang berbeda. Menampung aspirasi kebutuhan dari semua pihak akan memberikan kejelasan tentang betapa bervariasinya kebutuhan di sekolah.

2. Keterlibatan semua unsur sekolah akan memberikan kemungkinan terukurnya (measured) setiap poin kebutuhan, yang realisasinya kemudian disesuaikan dengan kenyataan. Tidak ada rekayasa, dan semuanya menjadi sebuah perencanaan yang terbuka dan transparan.

3. Ketika draft RAPBS sudah disiapkan, sebelum launching sebaiknya dirembug kembali bersama semua unsur yang terlibat, dikaji kelebihan dan kekurangannya. Dengan demikian, akan terjadi sebuah commitment yang akan dipegang teguh oleh semua yang berkepentingan.

Bahan Rujukan

Ikke Dwi Sartika. 2003. Quality Service in Education. Why Service? Bandung : Edisi Khusus.

John J. Mauriel, at.al. 1995. Does TQM Affect Teaching and Learning? Minneapolis : Bush Educators’ Program.

Ketut Suardhika Natha. 2008. Total Quality Management Sebagai Perangkat Manajemen Baru Untuk Optimisasi. Denpasar : Universitas Udayana.

Trimo. 2008. Total Quality Management sebagai Wujud Peningkatan Mutu Pendidikan. Semarang : IKIP – PGRI Semarang.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More